Pada penulisan blog ini terkait dengan berita sabda raja yang dikeluarkan oleh Sri Sultan Hamengkubawono, yang terdiri dari 5 poin yang akan saya jelaskan menurut saya pribadi danmengambil dari link-link berita yang telah disediakan dari teknologi itu sendiri.
Selasa, 09 Jun 2015• LIVE NOW
Liputan6.com TV Streaming 08.00 - 10.00 WIB
Rabu, 10 Jun 2015
Sultan HB X: Dewan Saudara Keraton Yogya Itu Siapa?
Sri Sultan Hamengku Buwono X. (Liputan6.com/Fathi Mahmud)
Liputan6.com, Yogyakarta - Raja Keraton Yogyakarta sekaligus Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menyatakan, Dewan Saudara di keraton itu tidak ada. Hal ini terkait rencana adik-adik Sultan yang menggelar pertemuan terkait Sabda Raja dan Dawuh Raja.
Sultan menekankan, Dewan Saudara tidak pernah ada dalam organisasi ataupun adat di keraton. Namun penguasa Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat itu membiarkan jika pertemuan adik-adiknya dianggap Dewan Saudara. Namun ia tak pernah membenarkan ada Dewan Saudara dalam keraton.
"Dewan Saudara ki sopo (Dewan Saudara itu siapa)? Saya ambil inisiatif undang saudara-saudara dari masing-masing ibu untuk musyawarah. Bukan Dewan Saudara. Nggak ada. Keraton Dewan Saudara itu apa? Selama ini nggak ada strukturnya. Kau anggapan, ya nggak apa-apa," ujar Sultan di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Jumat (22/5/2015).
Sultan menjelaskan anggapan adanya Dewan Saudara Keraton Yogya dimungkinkan saat wafatnya Sri Sultan HB IX. Saat itu dirinya mengumpulkan seluruh adik-adik dan keluarga keraton. Namun hal itu pun atas inisiatifnya sendiri dan tidak ada aturan keraton yang mengatur itu.
"Nggak ada organisasi Dewan Saudara. Karena itu saya ambil inisiatif bertemu adik-adik saya saat suwargi wafat itu (HB IX)," imbuh Sultan HB X.
Sementara itu adanya rencana GBPH Hadisuryo yang akan menjembatani antara adik dan dirinya, Sultan menepis semuanya. Namun jika Hadisuryo disebut sebagai penengah antara dirinya dan adik adik yang berseteru, Sultan jelas membantah. Sultan hanya menganggap jika Hadisuryo hanya ingin bertemu dengan adik-adik Sultan.
"Hadisuryo nggak ngerti. Ndak, dia itu ingin bertemu dengan rayi-rayi dalem, adik-adiknya. Monggo silakan berbeda pendapat, boleh. Monggo," ujar Sultan.
Sultan menegaskan jika Hadisuryo juga tidak pas jika dijadikan sebagai penengah antara dirinya dan adik-adiknya. Sebab, Sultan tidak memercayai sosok Hadisuryo. "Bagaimana saya percaya sama dia. Lha namanya Kasworo mosok ra ngerti."
Sementara itu pakar sejarah asal Universitas Gadjah Mada, Profesor Joko Suryo mengatakan jika Kasworo atau GBPH Hadisuryo ini mempunyai hubungan yang sangat pribadi dengan Sultan, sehingga Raja Keraton Yogya berkomentar seperti itu. Ia pun tidak ingin berkomentar terlalu jauh terkait Hadisuryo dengan Sultan.
"Itu intern, ya dan pribadi. Kami tidak tahu persis ya, itu intern keluarga. Artinya di luar itu tidak tahu," ujar Joko Suryo
Selasa, 09 Jun 2015• LIVE NOW
Liputan6.com TV Streaming 08.00 - 10.00 WIB
Rabu, 10 Jun 2015
Soal Sabda Raja, Sultan HB X Akan Jelaskan Sore Ini.
Sri Sultan Hamengku Buwono X siap menyampaikan keterangan di Ndalem Wironegaran, Yogyakarta. (Liputan6.com/Fathi Mahmud)
Liputan6.com, Yogyakarta - Keraton Yogyakarta menjadi sorotan masyarakat setelah muncul perbedaan pandangan antara Sri Sultan Hamengku Buwono X dan adik-adiknya. Penguasa Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat itu pun akan menjelaskan mengenai hal itu ke masyarakat.
Untuk itu Sultan Yogyakarta akan menggelar jumpa pers di kediaman GKR Mangkubumi, Dalem Wironegaran, Yogyakarta, sore ini. Sultan akan menjelaskan seluruh masalah terkait Sabda Raja dan Dawuh Raja.
"Jadi (konferensi pers), kalau nanti pers mau datang monggo," kata Sultan HB X singkat di Kepatihan, Yogyakarta, Jumat (8/5/2015).
Sultan pun mempersilakan bagi masyarakat umum yang ingin mengetahui isi jumpa pers itu.
Terkait pertemuan dengan enam adiknya dari Jakarta di Keraton Kilen, Kamis petang 7 Mei 2015, Sultan belum bisa menceritakan kepada wartawan.
"Ya ndak usah, itukan internal, masak saya buka," ujar Sultan yang juga menjabat Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sementara di lokasi tampak warga dan awak media sudah berkumpul di Ndalem Wironegaran. Tampak satu kursi ditata di tengah joglo. Sementara area sekeliling joglo mulai dipenuhi wartawan dan warga juga undangan yang mulai hadir sejak pukul 15.00 WIB. Sementara area sekitar kursi disebar kuncup melati.
Beberapa hari lalu, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengeluarkan Sabda Raja di Siti Hinggil Keraton Yogyakarta pada Kamis 29 April 2015 dan Selasa 5 Mei 2015, serta Dawuh atau perintah raja. Adapun 5 poin Sabda Raja pertama adalah pergantian nama Sri Sultan Hamengku Buwono menjadi Sri Sultan Hamengku Bawono. Kedua, gelar Sultan tentang Khalifatullah dihapuskan.
Ketiga, penyebut kaping sedasa diganti kaping sepuluh. Keempat mengubah perjanjian antara pendiri Mataram Ki Ageng Giring dengan Ki Ageng Pemanahan. Kelima yaitu menyempurnakan keris Kanjeng Kyai Ageng Kopek dengan Kanjeng Kyai Ageng Joko Piturun.
Namun perintah raja yang dikeluarkan Sultan HB X tersebut ditentang adik-adiknya. Khususnya perubahan gelar putri sulung Sultan, yakni Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun yang berganti gelar menjadi GKR Mangkubumi alias putri mahkota. (Ans)
Selasa, 09 Jun 2015• LIVE NOW
Liputan6.com TV Streaming 08.00 - 10.00 WIB
Rabu, 10 Jun 2015
Sabda Raja dan 'Putri Mahkota' Keraton Yogya
Sri Sultan Hamengku Buwono X. (Liputan6.com/Fathi Mahmud)
Liputan6.com, Yogyakarta - "Gantos (ganti) gelar. Resmikan tadi gelar GKR Mangkubumi. Ya, jadi penerus mahkota." Itulah sepenggal kata yang diucapkan abdi dalem keraton Kaum Masjid Penepen Keraton, Raden Wedono Ngabdul Sadak usai pembacaan Sabda Raja oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Menurut Raden Wedono Ngabdul Sadak, Sabda Raja yang berlangsung singkat selama 2 menit ini terkait perubahan gelar salah satu putri Sultan, yaitu Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun. Pembayun berganti gelar menjadi GKR Mangkubumi.
Kerabat Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Yudhohadiningrat yang merupakan Penghageng Tepas Keraton mengatakan, dalam Sabda Raja kali ini Sultan hanya mengeluarkan satu hal. Namun ia tidak merinci apa isi sabda tersebut.
Dalam acara Sabda Raja ini, Sultan mengenakan pakaian kebesaran raja seperti saat Sabda Raja pertama digelar, yakni pakaian warna hitam dan kupluk biru. Permaisuri Sultan, GKR Hemas, juga menggunakan pakaian warna hitam dengan hiasan warna kuning.
Acara tersebut dihadiri keluarga Keraton Pakualaman, permaisuri, dan putri Sultan. Namun tak terlihat kedatangan para adik Sultan. Menurut kabar yang beredar, Sabda Raja itu banyak mendapat penolakan terutama dari saudara-saudara Sultan dari ibu yang berbeda.
Sehari setelah Sabda Raja yang digelar 5 Mei 2015, Sultan pun buka suara mengenai perubahan gelar putri sulungnya dari GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi. Gelar baru itu merupakan gelar untuk putri mahkota atau penerus Sultan.
Itu artinya, ini pertama kali dalam sejarah kerajaan keraton Yogyakarta akan dipimpin oleh seorang perempuan.
Sri Sultan HB X (Fathi Mahmud/Liputan6.com)
Raja Keraton Yogyakarta tersebut pun memberi kesempatan kepada adik-adiknya untuk mengomentari Sabda Raja yang dikeluarkannya. Karena mereka tak hadir dalam pembacaan Sabda Raja.
Bahkan Sultan ingin melihat adik-adiknya yang tidak setuju muncul di media massa untuk selanjutnya membahas hal tersebut.
"Biar sekarang yang nggak setuju muncul dulu, saya mau lihat porsinya redaksi ini kira-kira maunya apa, itu aja. Minggu depan kita panggil wartawan," ujar Sultan di Yogyakarta, Rabu (6/5/2015).
Sultan sebelumnya sudah memanggil adik-adiknya untuk menjelaskan pengangkatan putri sulungnya menjadi putri mahkota. Namun para pangeran itu tidak pernah memenuhi panggilan tersebut. Sultan mengaku tidak mengetahui alasan adik-adiknya tak menggubris undangannya.
Ilustrasi Jusuf Kalla (Liputan6.com/Johan Fatzry)
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan menghormati keputusan tersebut, meski penerus Kesultanan Yogyakarta merupakan seorang perempuan. "Kita hormati saja," kata JK di Kantor Wapres Jakarta.
Menurut pria yang karib disapa JK itu, pemerintah tidak bisa ikut campur urusan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, terkait perubahan gelar salah satu putri Sri Sultan Hamengku Buwono X, yaitu Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun.
"Ini kan, kerajaan (Keraton Yogyakarta) sudah mulai ada pengertian tentang (kesamaan) gender. Kan bagus. Kita tidak bisa campur, itu urusan keraton," ucap JK.
Suami Mufidah Kalla menilai, diskriminasi gender sudah seharusnya tidak terjadi lagi. Pria dan perempuan memiliki hak dan peluang yang sama.
"Di Inggris itu perempuan jadi ratu. Masa abad 21 masih ada diskriminasi? Jadi tidak masalah," ujar dia.
Mendagri Tjahjo Kumolo. (Liputan6.com/Dono Kuncoro)
Respons senada juga dikemukakan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, terhadap Keraton Yogyakarta yang tengah menjadi sorotan pasca-Sabda Raja yang mengubah gelar putri sulung Sultan sebagai pewaris tahta. Ia mewakili pemerintah mengaku enggan terlibat dalam polemik kerajaan tersebut.
"Kemendagri tidak ingin terlibat urusan keluarga. Namanya kakak-adik, kami tidak ingin ikut campur," ujar Tjahjo di Jakarta.
Tjahjo mengaku, sampai saat ini dirinya belum menerima surat resmi dari Sultan terkait sabdanya itu. Meski begitu, kata dia, ada pihak keluarga keraton yang datang menemui dan memintanya mengeluarkan kebijakan sebagai Mendagri.
"Sampai hari ini belum ada surat resmi, tapi soal ada keluarga yang meminta Kemendagri mengeluarkan kebijakan kepada Sultan untuk adanya rapat keluarga," ujar Tjahjo.
Sultan Hamengku Buwono X menggelar Sabda Raja di Siti Hinggil Keraton Yogyakarta. Sabda Raja ini merupakan yang pertama sejak Sultan naik tahta pada tahun 1989.
Sebelumnya Sultan HB X memang pernah mengeluarkan Sabda Tama pada Kamis 10 Mei 2012 dan Jumat 6 Maret 2015. Namun kedudukan Sabda Raja lebih tinggi ketimbang Sabda Tama atau Titah Raja.
Sabda Raja yang pertama itu berisi beberapa poin. Pertama, penyebutan Buwono diganti menjadi Bawono. Kedua, gelar Khalifatullah seperti yang tertulis lengkap dalam gelar Sultan dihilangkan.
Gelar lengkapnya adalah Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Ngalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping Sedasa Ing Ngayogyakarta Hadiningrat.
Ketiga, penyebutan kaping sedasa diganti kaping sepuluh. Dengan demikian gelar lengkapnya adalah Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Bawono Senopati Ing Ngalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Ingkang Jumeneng Kaping Sepuluh Ing Ngayogyakarta Hadiningrat.
Keempat, mengubah perjanjian pendiri Mataram yakni Ki Ageng Giring dengan Ki Ageng Pemanahan. Kelima, atau terakhir menyempurnakan keris Kanjeng Kyai Ageng Kopek dengan Kanjeng Kyai Ageng Joko Piturun. (Tnt/Ans)
Selasa, 09 Jun 2015• LIVE NOW
Liputan6.com TV Streaming 08.00 - 10.00 WIB
Rabu, 10 Jun
Tolak Sabda Raja, 200 Spanduk Siap Dipasang di Yogya
Spanduk menolak Sabda Raja yang sudah terpasang terlihat di pintu masuk Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta. (Liputan6.com/Fathi Mahmud)
Liputan6.com, Yogyakarta - 200 Spanduk menentang Sabda Raja akan dipasang di seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Spanduk yang sudah terpasang terlihat di pintu masuk Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta bertuliskan, "Kembalikan Paugeran. Jogja Tetap Istimewa tertanda Warga Kauman Yogyakarta".
Salah satu warga Yogyakarta, Antok mengatakan pihaknya sudah menyiapkan 200 spanduk yang berisi menentang Sabda Raja dan tetap pada tata aturan yang ada.
"Nanti kita buat rakyat bersatu...Kita buat 200 spanduk dulu di 200 titik lalu dipasang," ujar Antok di Alun-alun Utara Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Kota Yogyakarta, Jumat (8/5/2015).
Antok menjelaskan, warga Kauman tidak setuju dengan Sabda Raja karena menghilangkan gelar Khalifatullah yang merupakan perwujudan kerajaan berbasis agama Islam.
"Dikembalikan ke asalnya aja sesuai aturan yang ada dengan Sabda Raja itu kan diubah-ubah sendiri itu dikembalikan. Warga Kauman itu tidak terima karena Khalifatullah dihilangi itu tidak perwakilan Gusti Allah...," tutur dia.
Antok juga menyoroti banyak hal yang berlawanan dengan isi Sabda Raja. Seperti penghapusan lafadz Islam saat Sabda Raja.
"Ini warga Kauman nggak terima lafadz Islamnya dihilangi, padahal yang buat ini kan pendahulunya orang Islam semua," ucap Antok.
Sebelumnya, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengeluarkan Sabda Raja di Siti Hinggil Keraton Yogyakarta pada Kamis 29 April 2015 dan Selasa 5 Mei 2015, serta Dawuh atau perintah raja. Adapun 5 poin Sabda Raja pertama adalah pergantian nama Sri Sultan Hamengku Buwono menjadi Sri Sultan Hamengku Bawono. Kedua, gelar Sultan tentang Khalifatullah dihapuskan.
Ketiga, penyebut kaping sedasa diganti kaping sepuluh. Keempat mengubah perjanjian antara pendiri Mataram Ki Ageng Giring dengan Ki Ageng Pemanahan. Kelima yaitu menyempurnakan keris Kanjeng Kyai Ageng Kopek dengan Kanjeng Kyai Ageng Joko Piturun.
Namun perintah raja yang dikeluarkan Sri Sultan Hamengku Buwono X tersebut ditentang adik-adiknya. Khususnya perubahan gelar putri sulung Sultan, yakni Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun yang berganti gelar menjadi GKR Mangkubumi alias putri mahkota. (Ans)
Sabtu, 09/5/2015
Tim Redaksi/JIBI/Harian Jogja
Nina Atmasari
Raja Kraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono X di dampingi Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas (dua kanan di Dalem Wironegaran, Jogja, Jumat (8/5/2015). Pertemuan dengan puluhan perwakilan masyarakat Jogja tersebut Sultan HB X menjelaskan lebih terperinci tentang Sabda Raja dan Dawuh Raja beberapa waktu lalu. (Gigih M. Hanafi/JIBI/Harian Jogja)Raja Kraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono X di dampingi Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas (dua kanan di Dalem Wironegaran, Jogja, Jumat (8/5/2015). Pertemuan dengan puluhan perwakilan masyarakat Jogja tersebut Sultan HB X menjelaskan lebih terperinci tentang Sabda Raja dan Dawuh Raja beberapa waktu lalu. (Gigih M. Hanafi/JIBI/Harian Jogja)
Sabda Raja dikeluarkan Sri Sultan HB X
Harianjogja.com, JOGJA—Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB X akhirnya memberi penjelasan terkait polemik yang terjadi akhir-akhir ini di Kraton.
Dalam jumla pers yang dilakukan di Kraton Kilen Jumat (8/5/2015) Sri Sultan menjelaskan sejumlah masalah termasuk perubahan-perubahan yang dilakukan melalui Sabda Raja dan pengangkatan GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi melalui Dawuh Raja.
Pada kesempatan kemarin Sri Sultan membacakan secara terbuka isi dari Sabda Raja dan Dawuh Raja. Bunyi asli Sabda Raja yang dikeluarkan tersebut adalah Kawuningana sira kabeh abdining sun putri dalem sederek dalem sentana dalem lan abdi dalem. Nampa weninging dawuh Gusti Allah Gusti Agung Kuasa Cipta lan ramaningsun, eyang-eyang ingsung para leluhur Mataram wiwit wektu iki ingsun nampa dawuh kanugrahan dawuh Gusti Allah Gusti Agung kuasa cipta asma kalenggahan ingsun Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkan Sinuwun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh, Suryaning Mataram Senapati Ing Ngalaga Langgenging Bawono Langgeng Langgenging Tata Panatagama. Sabdaraja iki perlu dimangerteni diugemi lan ditindakake ya mengkono sabdaningsun.
Inti dari Sabda Raja itu adalah pengumuman dari Sultan bahwa dia mendapat perintah untuk mengubah namanya dari semula Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senapati Ing Ngalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping Sedasa.
Dengan Sabda Raja ini maka nama Sultan menjadi Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkan Sinuwun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh, Suryaning Mataram Senapati Ing Ngalaga Langgenging Bawono Langgeng Langgenging Tata Panatagama
Sementara Dawuh Raja yang dikeluarkan 5 Mei 2015 berbunyi: Sira abdi ingsun seksenana Ingsun Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh, Suryaning Mataram Senapati Ing Ngalaga Langgenging Bawono Langgeng Langgenging Tata Panatagama kadawuhan netepake putri ningsung Gusti Kanjeng Ratu Pembayun katetepake Gusti Kanjeng ratu Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawana Langgeng Ing Mataram. Mangertenono yo mengkono dawuh ingsun.
Inti dari Dawuh tersebut adalah mengubah nama GKR Pembayun yang sekaligus mengarah pada pengangkatan putri tertua Sultan itu sebagai putri mahkota.
KOMPAS.com/Yustinus Wijaya Kusuma
Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamenkubuwono X di Bangsal Kencana, Jumat (6/3/2015) mengeluarkan sabdatama.
Sabtu, 9 Mei 2015 | 20:43 WIB
Ingin Jaga Silsilah, 11 Pangeran Keraton Menentang Sabda Raja Sultan HB X
YOGYAKARTA, KOMPAS.com – Para rayi dalem atau putra Sultan Hamengku Buwono IX, telah menyatakan sikap menentang Sabda Raja dan Dawuh Raja yang dikeluarkan Sultan Hamengku Bawono X beberapa waktu lalu.
GBPH Yudhaningrat saat ditemui di Ndalem Yudanegaran, Sabtu (9/5/2015) mengatakan, ungkapan mengenai sikap tersebut sudah disepakati bersama. Hasilnya diserahkan kepada KGPH Hadiwinoto selaku saudara tertua untuk disampaikan pada Sultan HB X.
GBPH Yudhaningrat mengatakan, meskipun isi sikap para rayi dalem tersebut adalah materi untuk kalangan internal keluarga. Namun, ada sedikit hal yang dirasa perlu diketahui publik.
“Bahwa dianggap apa yang diucapkan HB X ini adalah hal-hal yang cacat hukum sekaligus batal demi hukum. Alasannya tidak sesuai paugeran pokok yang ada. Ibaratnya kalau kereta api, itu sudah keluar dari rel,” kata GBPH Yudhaningrat
Sebelas pangeran tersebut berasal dari tiga ibu, dari KRAy Ciptamurti antara lain GBPH Pakuningrat, GBPH Cakraningrat, GBPH Suryodiningrat, GBPH Suryomataram, GBPH Hadinegoro, GBPH Suryonegoro. Dari KRAy Hastungkara antara lain, GBPH Condrodiningrat, GBPH Yudhaningrat, GBPH Prabukusumo. Sedangkan dari KRAy Pintoku Purnomo yaitu GBPH Hadisuryo, dan dari Ibu KRAy Windyaningrum adalah KGPH Hadiwinoto (saudara kandung HB X).
GBPH Yudhaningrat mengaku tidak khawatir dengan adanya ancaman risiko buruk akibat menentang dan tidak melaksanakan Sabda Raja. Menurut dia, meskipun nantinya ada risiko, kadarnya tidak terlalu besar.
“Saya kira risikonya tidak berat kalau tak dilaksanakan. Karena itu jelas keluar dari paugeran pokok, adat dan Mataram Islam,” kata dia.
Ia juga menegaskan, pengangkatan GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi yang adalah putri mahkota yang selanjutnya naik tahta menjadi Sultan, dikhawatirkan akan memutus silsilah Hamengku Buwono. Karena silsilah ini sudah terjaga sejak ratusan tahun lalu.
Jika ada perubahan gelar dan perubahan silsilah dari keturunan bukan laki-laki, maka silsilah tersebut akan terputus dan hilang.
“Ini bahaya bagi silsilahnya. Silsilahnya akan menurunkan putra-putra GKR Mangkubumi, silsilah Hamengku Buwono akan hilang. Sebab kita ini kan patriarki bukan matriarki,” kata dia.
GBPH Yudhaningrat juga menegaskan, langkah para rayi dalem ini memiliki tujuan mengingatkan pada Sultan HB X untuk kembali menghayati amanat leluhur yang ada selama ini.
“Langkah kita akan menyadarkan ngarso dalem, supaya beliau sadar bahwa langkahnya salah. Tapi malah kita yang disuruh sadar, jadi dibolak-balik,” ucapnya. (M Nur Huda)
Ridwan Anshori
Sabtu, 9 Mei 2015 - 14:22 WIB
11 Adik Sultan HB X Tetap Tolak Sabda Raja
Meski telah mendapat penjelasan, sebelas adik Sultan tetap menolak sabda raja karena dinilainya tidak bisa dipahami.(dok.Sindonews)
YOGYAKARTA - Meski Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X sudah menjelaskan secara resmi kepada publik seputar makna dan isi Sabda raja dan dawuh raja.
Namun 11 adik sultan tetap menolak atau menentang sabda raja tersebut. Salah satu adik Sultan HB, Gusti Bendara Pangeran Haryo (GBPH) Yudaningrat mengaku sudah mendengarkan penjelasan isi dari sabda raja yang disampaikan ke publik di Ndalem Wironegaran.
"Kami tetap belum bisa memahami, kami yang berjumlah 11 tetap menentang," katanya saat ditemui di kediamannya, Ndalem Yudanegaran Jalan Ibu Ruswo Yogyakarta, Sabtu (9/5/2015).
Sultan HB X memiliki 19 adik, baik adik kandung maupun adik tiri atau beda ibu. Dari 19 adik itu, lima merupakan perempuan dan 14 laki-laki. Empat orang sudah meninggal dunia.
Menurut Gusti Yuda, sapaan akrab GBPH Yudaningrat, adik-adik HB X tetap akan memberikan jawaban seputar sabda raja dan dawuh yang dibacakan raja pada Kamis 30 April 2015 dan Selasa 5 Mei 2015 lalu.
"Sikap adik-adik akan disampaikan oleh Kang Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hadiwinoto selaku adik tertua," kata dia.
Asisten Sekretaris Daerah Bidang Administrasi Umum Setda DIY ini mengungkapkan, para adik sudah melakukan telaah terhadap isi dan penjelasan sabda raja dan dawuh.
"Termasuk tidak hanya menggunakan otak, tapi juga hati seperti yang diminta Sultan. Namun ya tetap saja ora gathuk (tidak sinkron)," jelasnya.
Gusti Yuda menegaskan, sabda raja dan dawuh raja tetap tidak bisa dicerna dengan akal sehat, termasuk dirasakan dengan hati. "Sabda raja dan dawuh raja itu sudah keluar dari rel paugeran. Ibarat kereta kalau keluar rel, berbahaya, ambruk," ungkapnya.
Menurut dia, jika sudah keluar dari paugeran, maka keraton bisa sangat berbahaya. "Ora mung (tidak hanya) bahaya, tetapi juga membahayakan," ujarnya dengan menutupi maksud membahayakan itu apa.
Penjelasan Menurut Saya: Sabda Raja yang dikeluarkan oleh seseorang keraton ini memang terdengar aneh untuk orang awam seperti saya? Apa sebenarnya maksud inti dari permasalahan ini sampai ditolak juga dengan adik-adik Raja itu sendiri. Dalam berita ini yang saya paham dimana seorang Raja yang mendapat pencerahan atau petunjuk dari sang maha kuasa untuk mengganti nama sang raja bermula dari Sri Sultan Hamengkubuwono menjadi Sri Sultan Hamengkubawono perbedaan nama buwono ini menurut beliau dalam artian jagad alit maksudnya mungkin bukan dari seseorang yang tinggi. Dan menggantinya dengan bawono dalamartian jagad ageng, yang sangat berkuasa. Itu merupakan sabda raja yang pertama yang saya jelaskan. Jadi untuk penggantian nama sah-sah saja namun kalau ditinjau menurut hukum bukankah penggantian nama harus memiliki persetujuan? Atau karena beliau dari kalangan kerajaan yang tradisi adat jawa dan para leluhur yang dilihat dari sejarah untuk kerajaan itu masih kental maka dalam hukum itu yaa, sudahlah?.
Kemudian untuk sabda raja yang selanjutnya, menurut beliau dimana yang memimpin adalah seorang perempuan. Oke, Indonesia pernah dipimpin oleh seorang wanita. Tidak hanya di Indonesia yang pernah dipimpin oleh seorang wanita, diluar negeri pun seperti itu. Namun dari segi agama, yang saya ketahui wanita terlarangnya seorang wanita sebagai pemimpin. Alasannya karena dalam persaksian mereka kurang, selain itu jika dalam sholat berjamaah wanita ketika sholat menduduki shaf paling belakang. Dan untuk kepimpinan wanita itu diperbolehkan dimana sang wanita dibawah pengawasan orang yang sederajat. Jika masih tetap teguh dimana seorang wanita yang menjadi pemimpin monggo, toh seorang wapres mengizinkan. Namun dari segi agama tidak diperbolehkan. Walaupun dari segi hak asasi manusia dimana emansipasi wanita itu hal yang harus ada. Dan pada sabda raja ini sendiri tersendiri yang saya pahami entah salah atau tidak, perbedaan keturunan itu dibedakan, maksudnya misal untuk orang tua, tidak sama-sama keturunan keraton beda juga arti dalam kerajaan itu sendiri. Terima kasih, ini merupakan pendapat saya tentang sabda raja,untuk kekurangannya saya mohon maaf. Karena saya juga bukan dari keturunan kerajaan atau keraton atau sebagainya karena ini merupakan tugas yang saya kerjakan walaupun saya juga penasaran apa isi sabda raja itu sendiri. Dan mengapa adik-adik raja dan kalangan lain menolak. Apapun yang dikeluarkan seseorang itu memang ada pro dan kontra. Saya juga tidak bisa memihak itu benar atau salah. Dan terima kasih untuk link m.liputan6.com, jogja.solopos.com, daerah.sindonews.com dan link lainnya.
REZHA ALVITA SARI || IA18 || 59414199
Tidak ada komentar:
Posting Komentar